Pengertian
Politik
Kata politik secara etimologis
berasal dari bahasa Yunani yaitu "Politeai".
"Politeai" berasal dari
kata "polis" yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri,
yaitu negara dan "teai" yang berarti urusan.
Bahasa Indonesia menerjemahkan dua
kata Bahasa Inggris yang berbeda yaitu "politics" dan
"policy" menjadi satu kata yang sama yaitu politik.
Politics adalah suatu rangkaian asas
(prinsip), keadaan, cara dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan
atau cita-cita tertentu.
Policy diartikan kebijakan, adalah
penggunaan pertimbangan-pertimbangan yang dianggap dapat lebih menjamin
tercapainya suatu usaha, cita-cita atau keinginan atau tujuan yang
dikehendaki.
Politik secara umum adalah
bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik
(negara) yang menyangkut proses
menentukan tujuan-tujuan dari sistem tersebut dan melaksanakan tujuan-tujuan
tersebut, meliputi Pengambilan Keputusan (decision making), mengenai apakah
yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa
alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah
dipilih. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan
Kebijaksanaan-kebijaksanaan Umum (public policies) yang menyangkut pengaturan
dan pembagian dari sumber-sumber dan resources yang ada. Untuk melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan itu perlu memiliki kekuasaan (power) dan wewenang
(authority), yang digunakan untuk membina kerjasama dan untuk menyelesaikan
konflik yang timbul dalam proses ini. Hal itu dilakukan baik dengan cara
meyakinkan (persuasif) maupun paksaan (coercion). Tanpa adanya unsur paksaan
maka kebijaksanaan hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent)
belaka.
Dari uraian tersebut diatas, politik
membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan :
- Negara
- Kekuasaan
- Pengambilan Keputusan
- Kebijakan
- Distribusi dan alokasi sumber
daya
1. Negara
Negara adalah suatu organisasi dalam
suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh
rakyatnya. Boleh dikatakan negara merupakan bentuk masyarakat yang paling utama
dan negara merupakan organisasi politik yang paling utama dalam suatu wilayah
yang berdaulat.
2. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang
atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain
sesuai dengan keinginannya. Dalam politik perlu diperhatikan bagaimana
kekuasaan itu diperoleh, dilaksanakan dan dipertahankan.
3. Pengambilan Keputusan
Pengambilan Keputusan sebagai aspek
utama dari politik, dan dalam pengambilan keputusan perlu diperhatikan siapa
pengambil keputusan itu dan untuk siapa keputusan itu dibuat. Jadi politik
adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum. Keputusan yang diambil
menyangkut sektor publik dari suatu negara.
4. Kebijakan Umum
Kebijakan (policy) merupakan suatu
kumpulan keputusan yang diambil seseorang atau kelompok politik dalam rangka
memilih tujuan dan cara mencapai tujuan itu. Dasar pemikirannya adalah bahwa
masyarakat memiliki beberapa tujuan bersama yang ingin dicapai secara bersama
pula oleh karena itu diperlukan rencana yang mengikat yang dirumuskan dalam
kebijakan-kebijakan oleh pihak yang berwenang.
5. Distribusi
Distribusi adalah pembagian dan
penjatahan nilai-nilai (Values) dalam masyarakat.
Nilai adalah sesuatu yang
diinginkan, atau yang penting dengan demikian nilai harus dibagi secara adil.
Jadi politik itu membicarakan bagaimana pembagian dan pengalokasian nilai-nilai
secara mengikat.
Pengertian Strategi
Kata strategi berasal dari kata
"strategia" berasal dari bahasa Yunani yang berarti "the art of
general" atau seni seorang panglima yang biasa digunakan dalam
peperangan.
Karl Von Clausewitz (1780-1831)
berpendapat bahwa strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran
untuk memenangkan peperangan. Sedangkan perang itu sendiri merupakan kelanjutan
dari politik.
Dalam abad modern sekarang ini
penggunaan kata strategi tidak lagi terbatas pada konsep atau seni seorang
panglima dalam peperangan saja, akan tetapi sudah digunakan secara luas
termasuk dalam ilmu ekonomi maupun di bidang olah raga.
Arti strategi dalam pengertian umum
adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau tercapainya suatu tujuan termasuk
politik.
Dengan demikian kata strategi tidak
hanya menjadi monopoli para jenderal atau bidang militer saja, tetapi telah
meluas ke segala bidang kehidupan. Strategi pada dasarnya merupakan seni dan
ilmu yang menggunakan dan mengembangkan kekuatan-kekuatan (ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya dan hankam) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Pengertian Politik Dan Strategi
Nasional (Polstranas)
Pengertian Politik Nasional
Politik Nasional adalah asas,
haluan, usaha serta kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan,
pengembangan, pemeliharaan dan pengendalian) serta penggunaan secara kekuatan
nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Dalam melaksanakan politik nasional
maka disusunlah strategi nasional. Misalnya strategi jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang.
Strategi Nasional adalah cara
melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran-sasaran dan tujuan yang ditetapkan
oleh politik nasional.
Dasar Pemikiran Penyusunan Politik
Dan Strategi Nasional
Dasar pemikirannya adalah
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam sistem manajemen nasional yang
berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional.
Landasan pemikiran dalam sistem
manajemen nasional ini penting artinya karena didalamnya terkandung dasar
negara, cita-cita nasional dan konsep strategis bangsa Indonesia.
Penyusunan Politik Dan Strategi
Nasional
Politik dan strategi nasional yang
telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraan menurut UUD
1945. Sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat dimana jajaran pemerintah dan
lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 disebut sebagai "Suprastruktur
Politik", yaitu MPR, DPR, Presiden, BPK dan MA. Sedangkan badan-badan yang
ada dalam masyarakat disebut sebagai "Infrastruktur Politik", yang
mencakup pranata-pranata politik yang ada dalam masyarakat, seperti partai
politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan (interest
group) dan kelompok penenkan (pressure group). Antara suprastruktur dan
infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang
seimbang.
Mekanisme penyusunan politik dan
strategi nasional ditingkat suprastruktur politik diatur oleh Presiden
(mandataris MPR). Dalam melaksanakan tugasnya ini presiden dibantu oleh
lembaga-lembaga tinggi negara lainnya serta dewan-dewan yang merupakan badan
koordinasi seperti Dewan Stabilitas Ekonomi Nasional, Dewan Pertahanan Keamanan
Nasional, Dewan Tenaga Atom, Dewan Penerbangan dan antariksa Nasional RI, Dewan
Maritim, Dewan Otonomi Daerah dan dewan Stabitas Politik dan Keamanan.
Sedangkan proses penyusunan politik
dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politik dilakukan setelah
Presiden menerima GBHN, selanjutnya Presiden menyusun program kabinetnya dan
memilih menteri-menteri yang akan melaksanakan program kabinet tersebut.
Program kabinet dapat dipandang sebagai dokumen resmi yang memuat politik
nasional yang digariskan oleh presiden.
Jika politik nasional ditetapkan
Presiden (mandataris MPR) maka strategi nasional dilaksanakan oleh para menteri
dan pimpinan lembaga pemerintah non departemen sesuai dengan bidangnya atas
petunjuk dari presiden.Apa yang dilaksanakan presiden sesungguhnya merupakan
politik dan strategi nasional yang bersifat pelaksanaan, maka di dalamnya sudah
tercantum program-program yang lebih konkrit untuk dicapai, yang disebut
sebagai Sasaran Nasional.
Proses politik dan strategi nasional
di infrastruktur politik merupakan sasaran yang akan dicapai oleh rakyat
Indonesia dalam rangka pelaksanaan strategi nasional yang meliputi bidang
ideologi, politik, ekonomi, sos bud dan hankam.Sesuai dengan kebijakan politik
nasional maka penyelenggara negara harus mengambil langkah-langkah untuk
melakukan pembinaan terhadap semua lapisan masyarakat dengan mencantumkan
sebagai sasaran sektoralnya.
Melalui pranata-pranata politik
masyarakat ikut berpartisipasi dalam kehidupan politik nasional. Dalam era reformasi
saat ini peranan masyarakat dalam mengontrol jalannya politik dan strategi
nasional yang telah ditetapkan MPR maupun yang dilaksanakna oleh presiden
sangat besar sekali.
Pandangan masyarakat terhadap
kehidupan politik, ekonomi, sos bud maupun hankam akan selalu berkembang hal
ini dikarenakan oleh:
- Semakin tingginya kesadaran
bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
- Semakin terbukanya akal dan
pikiran untuk memperjuangkan haknya.
- Semakin meningkatnya kemampuan
untuk menentukan pilihan dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
- Semakin meningkatnya kemampuan
untuk mengatasi persoalan seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan
yang ditunjang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Semakin kritis dan terbukanya
masyarakat terhadap ide-ide baru.
Stratifikasi Politik Nasional
Berdasarkan stratifikasi dari
politik nasional dalam negara RI, sebagai berikut:
1. Tingkat Penentu Kebijakan
Puncak.
a. Tingkat kebijakan puncak meliputi
kebijakan tertinggi yang lingkupnya menyeluruh secara nasional yang mencakup :
penentuan UUD, penggarisan masalah makro politik bangsa dan negara untuk
merumuskan tujuan nasional (national goals) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kebijakan puncak ini dilakukan oleh MPR dengan hasil rumusannya dalam berbagai
GBHN dengan Ketetapan MPR.
b. Dalam hal-hal dan keadaan
tersebut yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum dalam pasal
10 s/d 15 UUD 1945, maka dalam penentu tingkat kebijakan puncak ini termasuk
pula kewenangan Presiden sebagai Kepala Negara. Bentuk hukum dari kebijakan
nasional yang ditentukan oleh Kepala negara itu dapat dikeluarkan berupa:
Dekrit, Peraturan atau Piagam Kepala Negara.
2. Tingkat Kebijakan Umum.
a. Tingkat kebijakan umum merupakan
tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya juga
menyeluruh nasional dan berupa penggarisan mengenai masalah-masalah makro
strategis guna mencapai tujuan nasional dalam situasi dan kondisi
tertentu.
Hasil-hasilnya dapat berbentuk
:
- Undang-Undang yang kekuasaan
pembuatannya terletak ditangan Presiden dengan persetujuan DPR (UUD 1945 pasal
5 (1))atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa.
- Peraturan Pemerintah untuk
mengatur pelaksanaan Undang-Undang yang wewenang penerbitannya berada di tangan
Presiden (UUD 1945 pasal 5 (2)).
- Keputusan atau Instruksi Presiden
yang berisi kebijakan-kebijakan penyelenggaraan pemerintahan yang wewenang
pengeluarannya berada di tangan Presiden dalam rangka pelaksanaan kebijakan nasional
dan perundang-undangan yang berlaku (UUD 1945 pasal 4 (1)).
- Dalam keadaan tertentu dapat pula
dikeluarkan Maklumat Presiden.
3. Tingkat Penentu Kebijakan
Khusus.
Kebijakan khusus merupakan
penggarisan terhadap suatu bidang utama (major area) pemerintah sebagai
penjabaran terhadap kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi,
sistem dan prosedur dalam bidang utama tersebut.
Wewenang kebijakan khusus terletak
pada Menteri, berdasarkan dan sesuai dengan kebijakan pada tingkat diatasnya.
Hasilnya dirumuskan dalam bentuk Peraturan Menteri atau Instruksi Menteri dalam
bidang pemerintahan yang dipertanggungjawabkan kepadanya. Dalam keadaan
tertentu dapat dikeluarkan pula Surat Edaran Menteri.
4. Tingkat Penentu Kebijakan
Teknis.
Kebijakan teknis meliputi
penggarisan dalam suatu sektor dibidang utama tersebut diatas dalam bentuk
prosedur dan teknis untuk mengimplementasikan rencana, program dan
kegiatan.
Wewenang pengeluaran kebijakan
teknis terletak ditangan Pimpinan Eselon Pertama Departemen Pemerintahan dan
Pimpinan Lembaga-Lembaga Non Departemen. Hasil penentuan kebijakan dirumuskan
dalam bentuk Peraturan, Keputusan atau Instruksi Pimpinan Lembaga Non
Departemen atau Direktorat Jenderal dalam masing-masing sektor atau segi administrasi
yang dipertanggungjawabkan kepadanya.
Didalam tata laksana pemerintahan,
Sekretaris Jenderal (Sekjen) sebagai pembantu utama Menteri bertugas untuk
mempersiapkan dan merumuskan kebijakan khusus Menteri dan Pimpinan Rumah Tangga
Departemen. Selain itu Inspektur Jenderal dalam suatu Departemen berkedudukan
sebagai Pembantu Utama Menteri dalam penyelenggaraan pengendalian ke dalam
Departemen. Ia mempunyai wewenang pula untuk mempersiapkan kebijakan khusus
Menteri.
5. Kekuasaan Membuat Aturan Di Daerah.
Kekuasaan membuat aturan di daerah
dikenal dua macam:
a. Penentuan kebijakan mengenai
pelaksanaan Pemerintahan Pusat di daerah yang wewenang pengeluarannya terletak
pada Gubernur, dalam kedudukannya sebagai Wakil Pemerintahan Pusat Di Daerah
yuridiksinya masing-masing, bagi daerah tingkat I pada Gubernur dan bagi daerah
tingkat II pada Bupati atau Wali Kota. Perumusan hasil kebijakan tersebut
dikeluarkan dalam keputusan dan instruksi Gubernur untuk propinsi dan instruksi
Bupati atau Wali Kota untuk kabupaten atau kota madya.
b. Penentuan kebijakan pemerintah
daerah (otonom) yang wewenang pengeluarannya terletak pada Kepala Daerah dengan
persetujuan DPRD. Perumusan hasil kebijakan tersebut diterbitkan sebagai
kebijakan daerah dalam bentuk Peraturan Daerah Tingkat I atau II, keputusan dan
instruksi Kepala Daerah Tingkat I atau II.
Menurut kebijakan yang berlaku
sekarang, maka jabatan Gubernur dan Bupati atau Wali Kota dan Kepala Daerah
Tingkat I atau II disatukan dalam satu jabatan yang disebut Gubernur/Kepala
Daerah Tingkat I, Bupati/Kepala Daerah Tingkat II atau Wali Kota/Kepala Daerah
Tingkat II.
Keberhasilan Polstranas dalam Masyarakat Madani
Masyarakat
madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat madani adalah masyarakat yang
menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang ditopang oleh penguasaan
teknologi yang beradab. Masyarakat madani, yang merupakan kata lain dari
masyarakat sipil (civil society), kata ini sangat sering disebut sejak kekuatan
otoriter orde baru tumbang. Malah cenderung terjadi sakralisasi pada kata itu
seolah implementasinya mampu memberi jalan keluar untuk masalah yang tengah
dihadapi oleh bangsa kita.
Kecenderungan
sakralisasi berpotensi untuk menambah derajat kefrustasian yang lebih mendalam
dalam masyarakat bila terjadi kesenjangan antara realisasi dengan harapan.
Padahal kemungkinan untuk itu sangat terbuka, antara lain, kesalahan
mengkonsepsi dan juga pada saat manarik parameter-parameter ketercapaian.
Ciri-ciri
masyarakat madani, ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1.
Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam
masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2.
Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam
masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3.
Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan
program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4.
Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan
organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap
keputusan-keputusan pemerintah.
5.
Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim
totaliter.
6.
Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga
individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak
mementingkan diri sendiri.
7.
Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan
berbagai ragam perspektif.
8.
Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama,
yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang
mengatur kehidupan sosial.
9.
Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun
secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10.
Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat
mengurangi kebebasannya.
11.
Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah
diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh
aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
12.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
13.
Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan
terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat
manusia.
14.
Berakhlak mulia.
Dari
beberapa ciri tersebut, dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah
masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan
kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan
kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang
seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program
pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah
masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat
madani adalah konsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang
dan perjuangan yang terus menerus.
Saat
ini gejala itu sudah ada, sehingga kebutuhan membuat wacana ini lebih terbuka
menjadi sangat penting dalam kerangka pendidikan politik bagi masyarakat luas.
- Masyarakat Sipil vs Militer
Dalam
tataran praktis sementara orang melihat, masyarakat madani dianggap sebagai
institusi sosial yang mampu mengkoreksi kekuatan “militer“ yang otoriter. Dalam
arti lain masyarakat sipil memiliki konotasi sebagai antitesa dari masyarakat
militer. Oleh sebab itu eksistensi masyarakat sipil selalu dianggap berjalan
linier dengan penggugatan Dwi Fungsi ABRI.
Dengan
begitu menurut yang pro pada pemikiran ini, konsep Indonesia baru yang
dicita-citakan merupakan masyarakat tanpa pengaruh dan dominasi kekuatan
militer. Maka dengan demikian dinamika kehidupan sosial dan politik harus
memiliki garis batas pemisah yang jelas dengan dinamika pertahanan dan
keamanan. Koreksi kritis terhadap peran sosial ABRI bagi sementara orang
merupakan keharusan sejarah setelah melihat betapa rezim lama memposisikan ABRI
sebagai “backing” untuk melindungi kepentingan-kepentingan kelompok ekonomi
kuat tertentu yang memiliki akses bagi penguatan legitimasi politik Soeharto.
Sementara mereka tidak melihat komitmen yang sebanding untuk fungsi substansialnya
yakni pertahanan dan keamanan.
Berlanjutnya
kerusuhan di beberapa tempat dan terancamnya rasa aman masyarakat, serta
kekurangprofesionalan dalam teknik penanganan pada kasus-kasus politik tertentu
merupakan bukti kuat bahwa militer tidak cukup memiliki kecakapan pada fungsi
utamanya.
Maka
sangat wajar bila kader-kader militer dipersilahkan untuk hengkang dari posisi
eksekutif dan legislatif, ke tempat yang lebih fungsional yakni barak-barak.
Kekurangsetujuan
terhadap implementasi Dwi Fungsi ABRI, khususnya tugas kekaryaan, sebenarnya
syah-syah saja namun masalahnya apakah masyarakat madani tepat bila hanya
dipersepsikan sebagai bentuk peminggiran peran militer. Kebutuhan untuk keluar
dari rasa takut akibat distorsi peran militer selama masa orde baru menyebabkan
terjadinya proses kristalisasi konsep masyarakat madani yang berbeda dengan
konsep bakunya. Dengan kata lain telah terjadi gejala “contradictio internemis”
pada wacana masyarakat madani dalam masyarakat kita dewasa ini.
- Masyarakat Sipil vs Negara
Masyarakat
madani atau masyarakat sipil (civil society) dalam wacana baku ilmu sosial pada
dasarnya dipahami sebagai antitesa dari “masyarakat politik” atau negara.
Pemikiran itu dapat dilacak dari pendapatnya Hobbes, Locke, Montesquieu, Hegel,
Marx, Gramsci dan lain-lain. Pemikiran mengenai masyarakat sipil tumbuh dan
berkembang sebagai bentuk koreksi radikal kepada eksistensi negara karena
peranannya yang cenderung menjadi alat kapitalisme.
Substansi
pembahasannya terletak pada penggugatan hegemoni negara dalam melanggengkan
kekuatan kelompok kapitalis dengan memarjinalkan peran masyarakat pada umumnya.
Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah kekuatan non-pemerintah yang mampu mengimbangi
dan mencegah kekuatan negara untuk mengurangi tekanan-tekanan yang tidak adil
kepada rakyatnya. Akan tetapi di sisi lain, mendukung peran pemerintah dalam
menjadi juru damai dan penjaga keamanan dari kemungkinan konflik-konflik antar
kepentingan dalam masyarakat.
Dengan
kata lain perlu adanya reposisi struktural dan kultural antar komponen dalam
masyarakat, sederhananya, “serahkan urusan rakyat pada rakyat, dan posisikan
pemerintah sebagai pejaga malam”.
Penggugatan
peran pemerintah oleh rakyat dalam konstelasi sosial di Indonesia bukan sama
sekali baru. Bob S.Hadiwinata (1999) mencatat sejarah panjang gerakan sosial di
Indonesia, yakni sejak abad ke-19 sampai masa orde baru.
Berdasarkan
kajian di atas masyarakat madani pada dasarnya adalah sebuah komunitas sosial
dimana keadilan dan kesetaraan menjadi fundamennya. Muara dari pada itu adalah
pada demokratisasi, yang dibentuk sebagai akibat adanya partisipasi nyata
anggota kelompok masyarakat. Sementara hukum diposisikan sebagai satu-satunya
alat pengendalian dan pengawasan perilaku masyarakat. Dari definisi itu maka
karakteristik masyarakat madani, adalah ditemukannya fenomena :
demokratisasi,
partisipasi sosial, dan supremasi hokum dalam masyarakat.
Keberhasilan
poltranas dalam masyarakat madani dapat diartikan bahwa politik strategi
nasional yang diterapkan oleh pemerintah memiliki pengaruh baik bagi masyarakat
nya. Keberhasilan itu akan terwujud apabila telah terpenuhi nya
hal-hal berikut :
1.
Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME sebagai nilai luhur yang menjadi
landasan spiritual, moral, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
2.
Semangat kekeluargaan yang berisikan kebersamaan, kegotong-royongan, kesatuan
dan persatuan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat guna kepentingan
nasional.
3.
Percaya diri pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepada
kepribadian bangsa, sehingga mampu menatap masa depan yang lebih baik.
4.
Kesadaran, patuh dan taat pada hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran
sehingga pemerintah/negara diwajibkan menegakkan dan menjamin kepastian hukum
5.
Pengendalian diri sehingga terjadi keseimbangan, keserasian dan keselarasan
dalam perikehidupan antara berbagai kepentingan.
6.
Mental, jiwa, tekad, dan semangat pengabdian, disiplin, dan etos kerja yang
tinggi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
7.
IPTEK, dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya
bangsa sehingga memiliki daya saing dan dapat berbicara dipercaturan global.
Apabila
penyelenggara dan setiap WNI/masyarakat memiliki tujuh unsur tersebut, maka
keberhasilan Polstranas terwujud dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan
nasional melalui perjuangan non fisik sesuai tugas dan profesi masing-masing.
Dengan demikian diperlukan kesadaran bela negara dalam rangka mempertahankan
tetap utuh dan tegapnya NKRI.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar